BAB 2 SISTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL
A.
PENGERTIAN HUKUM
INTERNASIONAL
Pada dasarnya
yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini adalah hukum
internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum internasional terbagi
menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum perdata internasional.
Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah
dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas
negara, yang bukan bersifat perdata.
Sedangkan
hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang
mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain,
hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang
masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda. (Kusumaatmadja, 1999; 1)
Awalnya,
beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai definisi dari hukum
internasional, antara lain yang dikemukakan oleh Grotius dalam bukunya De Jure
Belli ac Pacis (Perihal Perang dan Damai). Menurutnya “hukum dan hubungan
internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua
negara”. Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan
diri di dalamnya. Sedang menurut Akehurst : “hukum internasional adalah sistem
hukum yang di bentuk dari hubungan antara negara-negara”
Hukum
internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara
negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau
subyek hukum bukan negara satu sama lain. (Kusumaatmadja, 1999; 2)
A.
ASAS – ASAS HUKUM
INTERNASIONAL
Tujuh asas utama yang harus ditegaskan dalam praktik
hukum internasional sesuai dengan resolusi Majlis Umum PBB No. 2625. Asas-asas
tersebut adalah :\
1.
Setiap negara
tidak melakukan tindakan berupa ancaman agresi terhadap keutuhan terhadap
wilayah dan kemerdekaan negara lain.
2.
Setiap negara
harus menyelesaiakan masalah-masalah inernasional dengan cara damai
3.
Tidak melakukan
intervensi terhadap urusan dalam negeri negara lain.
4.
Negara-negara
berkewajiban untuk menjalin kerja sama dengan negara lain berdasar pada piagam
PBB
5.
Asas persamaan
hak dan penentuan nasib sendiri
6.
Asas persamaan
kedaulatan dari negara
7.
Setiap negara
harus dapat dipercaya dalam memenuhi kewajiban
B.
SUMBER-SUMBER
HUKUM INTERNASIONAL
Pada
dasarnya sumber hukum terbagi menjadi dua, yaitu: sumber hukum dalam arti
materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil
adalah sumber hukum yang membahas materi dasar yang menjadi substansi dari
pembuatan hukum itu sendiri.
Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum
yang membahas bentuk atau wujud nyata dari hukum itu sendiri. Dalam bentuk atau
wujud apa sajakah hukum itu tampak dan berlaku. Dalam bentuk atau wujud inilah
dapat ditemukan hukum yang mengatur suatu masalah tertentu.
C.
SUMBER HUKUM
INTERNASIONAL DAPAT DIARTIKAN SEBAGAI:
1.
Dasar kekuatan
mengikatnya hukum internasional;
2.
Metode penciptaan
hukum internasional;
3.
Tempat
diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan
pada suatu persoalan konkrit. (Burhan Tsani, 1990; 14)
Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah
Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah
dalam mengadili perkara, adalah:
a.
Perjanjian
internasional (international conventions), baik yang bersifat umum, maupun
khusus;
b.
Kebiasaan
internasional (international custom);
c.
Prinsip-prinsip
hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara beradab;
d.
Keputusan
pengadilan (judicial decision) dan Pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya,
yang merupakan sumber hukum internasional tambahan.
D.
SUBYEK HUKUM
INTERNASIONAL
Subyek
hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan
pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal mula, dari kelahiran
dan pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai
subjek hukum internasional
Dewasa ini subjek-subjek hukum internasional
yang diakui oleh masyarakat internasional, adalah:
1.
Negara
Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan
Kewajiban Negara, kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi dalam
hukum internasional adalah:
a.
Penduduk yang
tetap;
b.
Wilayah tertentu;
c.
Pemerintahan;
d.
Kemampuan untuk
mengadakan hubungan dengan negara lain
2.
Tahta Suci
Vatikan
Tahta
Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Traktat
Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci
Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut
pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta
Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas
dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya
terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki
kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci
dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. Oleh
karena itu, banyak negara membuka hubungan diplomatik dengan Tahta Suci, dengan
cara menempatkan kedutaan besarnya di Vatikan dan demikian juga sebaliknya
Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di berbagai negara. (Phartiana,
2003, 125)
3.
Palang Merah
Internasiona
Sebenarnya
Palang Merah Internasional, hanyalah merupakan salah satu jenis organisasi
internasional. Namun karena faktor sejarah, keberadaan Palang Merah
Internasional di dalam hubungan dan hukum internasional menjadi sangat unik dan
di samping itu juga menjadi sangat strategis.
Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional
merupakan organisasi dalam ruang lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh
lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan
bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang
Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara, yang
kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya. Palang
Merah Nasional dari negar-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah
Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan
di Jenewa, Swiss. (Phartiana, 2003; 123)
4.
Organisasi
Internasional
Kedudukan Organisasi Internasional sebagai subjek
hukum internasional sudah tidak diragukan lagi. Klasifikasi organisasi
internasional menurut Theodore A Couloumbis dan James H. Wolfe:
a.
Organisasi
internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan tujuan
yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa ;
b.
Organisasi
internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan yang
bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International onetary Fund, International Labor
Organization, dan lain-lain;
c.
Organisasi
internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global,
antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union.
5.
Individu
Pertumbuhan
dan perkembangan kaidah-kaidah hukum internasional yang memberikan hak dan
membebani kewajiban serta tanggungjawab secara langsung kepada individu semakin
bertambah pesat, terutama setelah Perang Dunia II. Lahirnya Deklarasi Universal
tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal
10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi
manusia di berbagai kawasan, dan hal ini semakin mengukuhkan eksistensi
individu sebagai subyek hokum
6.
Kaum Pemberontak
/ Beligerensi (belligerent)
Kaum belligerensi pada awalnya muncul
sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena
itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun
apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang
saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke
negara-negara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil oleh adalah
mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri
sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat
oleh pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi.
Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut
pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai
pribadi atau subyek hukum internasional, internasional yang mandiri.
7.
Perusahaan
Multinasional
Perusahaan multinasional memang merupakan
fenomena baru dalam hukum dan hubungan internasional. Eksistensinya dewasa ini,
memang merupakan suatu fakta yang tidak bisa disangkal lagi. Di beberapa
tempat, negara-negara dan organisasi internasional mengadakan hubungan dengan
perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan
kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi,
struktur substansi dan ruang lingkup hukum internasional itu sendiri.
E.
HUBUNGAN HUKUM
INTERNASIONAL DENGAN HUKUM NASIONAL
Ada
dua teori yang dapat menjelaskan bagaimana hubungan antara hukum internasional
dan hukum nasional, yaitu: teori Dualisme dan teori Monisme.
Menurut
teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional, merupakan dua sistem
hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hukum internasional dan hukum nasional
merupakan dua sistem hukum yang terpisah, tidak saling mempunyai hubungan
superioritas atau subordinasi. Berlakunya hukum internasional dalam lingkungan
hukum nasional memerlukan ratifikasi menjadi hukum nasional. Kalau ada pertentangan
antar keduanya, maka yang diutamakan adalah hukum nasional suatu negara.
Menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum
nasional saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum
internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional
untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih
rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus
sesuai dengan hukum internasional. (Burhan Tsani, 1990; 26)
F.
SISTEM PERADILAN
INTERNASIONAL
Sistem
peradilan nasional, sistem kaitanya dengan peradilan internasionl yaitu
unsur-unsur atau komponen-komponen lembaga pengadilan internasional yang secara
teratur saling berkaitan sehingga membentuk atau kesatuan dalam mencapai keadilan
internasional. Komponen-komponen tersebut yaitu :
a.
Mahkamah
internasional ( the internasional court justice)
b.
Mahkamah pidana
internasional ( the internasional criminal court)
c.
Panel khusus dan
special pidana internasional ( the internasional criminal tribunals and special courts )
a.
Mahkamah
internasional (The Internasional Court of Justice ICJ)
Berkedudukan di
Den Haag, Belanda dan sebagai organ utama PBB untuk mengadili dan mengahakimi
setiap Negara yang bersengketa, oleh karena itu setiap Negara yang bersengketa
harus tunduk pada yuridiksi pengadilan sebelum kasus mereka didengar. Mahkamah
internasional ini telah didirikan tahun 1945 dan mulai berfungsi pada tahun
1946 . Fungsi dari Pengadilan Pengadilan memiliki peran ganda: untuk menetap
sesuai dengan hukum internasional sengketa hukum itu diserahkan kepada oleh
Negara, dan memberikan pendapat konsultasi mengenai pertanyaan hukum dimaksud
dengan internasional organ dan lembaga yang berwenang sebagaimana mestinya.
a.
Komposisi Mahkamah Internasional (MI)
Komposisi MI terdiri dari 15 hakim. 2
diantaranya merangkap sebagai ketua dan wakil ketua, masa jabatanya adalah 9
tahun. Pemilihan diadakan setiap tiga tahun untuk satu-sepertiga dari kursi,
dan hakim pensiun dapat dipilih kembali. Calon hakim tersebut direkrtut dari
warga Negara anggota yang dinilai cakap dibidang hukum internasional,
Susunan Mahkamah adalah sebagai berikut:
Presiden Shi Jiuyong (Cina); Wakil Presiden Raymond Ranjeva (Madagaskar); Hakim
Gilbert Guillaume (Prancis); Abdul G. Koroma (Sirra Leone); Vladlen
S.Vereshchetin (Federasi Rusia) ; Rosalyn Higgins (Inggris), Gonzalo Parra-Aranguren
(Venezuela), Pieter H. Kooijmans (Belanda), Francisco Rezek (Brazil); Shawkat
Al-Khasawneh AWN (Jordan); Thomas Burgenthal (Amerika Serikat); Elaraby Nabil
(Mesir); Hisashi Owada (Jepang); Bruno Simma (Jerman) dan Peter Tomka
(Slovakia).
b.
Fungsi Utama Mahkamah Internasional
Fungsi
utama MI adalah menyeleasaikan kasus-kasus persengketaan internasional yang
subjeknya adalah Negara.pasal 34 statuta MI menyatakan bahwa yang boleh
beracara di MI hanyalah subyek hokum Negara (only states may be parties in
cases before the court).3 kategori Negara :
1.
Negara anggota
PBB.
2.
Negara bukan
anggota PBB yang menjadi anggota statuta asal memenuhi persyaratan.
3.
Negara bukan
anggota statuta MI harus membuat deklarasi bahwa tunduk pada semua ketentuan
Mahkamah Internasional dan piagam PBB.
c.
Yurisdiksi Mahkamah Internasional
Yurisdiksi
adalah kewenangan yang dimiliki oleh MI yang bersumber pada hukum Internasional
untuk menentukan dan menegakan sebuah aturan hukum, yuridiksi ini meliputi
kewenangan untuk:
1)
memutuskan
perkara – perkara pertikaian (contentiouscase)
2)
Memberikan opini
yang bersifat nasehat (advisory opinion)
Selain itu para phak yang beracara di MI harus
menerima yurisdiksi MI. ada beberapa cara penerimaan tersebut :
i.
Perjanjian
khusus, dalam hal ini Negara yang beracara di MI harus membuat perjanjian
khusus yang berisi subyek persengketaan. Contoh kasus yaitu pulau lugtan dan
sipadan antara Indonesia dan Malaysia.
ii.
Penundukan diri
dalam perjanjian Internasional, para pihak yang menundukan diri pad yurisdiksi
MI sebagaimana terdapat dalam isi perjanjian internasional diantara mereka.dan
tentu saja tunduk kepada yurisdiksi masih tetap harus dilakukan.
iii.
Pernyataan
penundukan diri Negara peserta statute MI, tetap anggota stauta mempunyai
kewajibn untuk tunduk kepada MI. tapi bedanya mereka tidak perlu membuat
perjanian khusus terlebih dahulu.
iv.
Keputusan MI
mengenai yurisdiksinya,manakala ada sengketa pada yurisdiksi tersebut maka di
selesaikan oleh MI.para pihak dapt mengajukan keberatan awal terhadap yuridiksi
MI..
v.
Penafsiran
putusan, MI harus menafsirkan putusan jika diminta oleh salah satu pihak bahkan
kedua belah pihak, menurut statute pasal 26.
vi.
Perbaikan
putusan, pengajuan permintaaan dilakukan untuk menundukan diri pada yurisdiksi.
syarat pengajuan tersebut yaitu adanya fakta baru (novum) yang belum diketahui
oleh MI ketika putusan itu dibuat. Pada menerima permintaan, Pengadilan
memutuskan Negara dan organisasi yang mungkin memberikan informasi yang
bermanfaat dan memberikan mereka kesempatan untuk menyajikan laporan tertulis
atau lisan.
b)
Mahkamah pidana
internasional (the internasional criminal court,ico)
MPI merupakan
mahkamah pidana internasional yang berdiri permanent berdasarkan traktat
multilateral MPI brtujuan untuk mewujudkan supremasi hukum internasional dan
memastikan bahwa pelaku kejahatan berat internasional dipidana.MPI daisahkan pada tanggal 1 juli 2002, dan
dibentuk berdasarkan statute roma lahir terlebih dahulu pada tanggal 17 juli
1998, tiga tahun kemudian, yaitu tanggal 1 juli 2005 statuta mahkamah
internasional telah diterima oleh 99 negara.
1.
Komposisi
Pada awalnya MPI terdiri dari 18 oarang hakim yang
bertugas selam sembilan tahun tanpa dapat dipilih kembali. Para hakim dipilih
berdasarkan dua pertiga suara majelis Negara pihak,y yang terdiri atas
Negara-negara yang telah meratifikasi ststuta ini(pasal 35 ayat 6 dan 9).
Dalam
memilih para hakim, Negara pihak harus memperhitungkan perlunya perwakilan. Berdasarkan
prinsip-prinsip system hukum di dunia, keseimbangan geografis, dan keseimbangan
jender. Prinsip yang mendasr dari statute Roma ini adalah ICC merupakan
pelengkap bagi yurisdiksi pidana nasional, berarti mahkamah internasional harus
mendahulukan system nasional.
2.
yurisdiksi MPI
Kewenangan
yang dimiliki MPI untuk menegakan aturan hokum internasional adalh memutus
perkara terbatas terhadap pelaku kejahatan berat oleh warga Negara dari Negara
yang telah meratifikasi statute MI.
1.
Kejahatan genosida
( the crime of genoside)
yaitu tindakan kejahatan yang berupaya untuk
memusnahkan keaseluruhan atau sebagian dari suatu bangsa, etnik, ras ataupun
kelompok keagamaan tertentu.
2.
Kejahatan
terhadap kemanusiaan( the crimes against humanity)
yaitu tindakan penyerangan yang luas atau sistematis
terhadap populasi pensusuk sipil tertentu.
3.
Kejahatn perang (
warcrimes)
yaitu tindakan yang berkenaan dengan kejahatan perang,
semua tindakan terhadap manusia atau hak miliknya yang bertentangan dengan
konvensi jenewa (misalnya pembunuhan berencana, penyikasaan, dll) dan kejahatan
yang melanggar hokum konflik bersenjata internasional ( menyerang objek-objek
sipil bukan militer)
4.
Kejahatan agresi
( the crime of aggression)
Yaitu tindakan kejahatan yang mengancam terhadap
perdamaian.
c)
Panel khusus dan
spesialisasi perdana internasional (the internasional criminal tribunals and special courts.
ICT/SC)
Adalah
lembaga peradilan internasional yang berwenang mengadili para tersangka
kejahatan berat internasional yang bersifat tidak permanen atau sementara (ad
hoc) dalam arti setelah selesai mengadili maka peradilan ini dibubarkan.
Yuridiksi atau kewenangan darai Panel khusus dan special pidana internasional
ini, adalah menyangkut tindak kejahatan perang dan genosida (pembersihan etnis)
tanpa melihat apakah Negara dari si pelaku itu telah meratifikasi atau belum
terhadap statute panel khusus dan special pidana internasional ini. Contoh
Special Court for East Timor dan Indonesia membentuk Peradilan HAM.
G.
PENYEBAB DAN PENYELESAIAN
SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI.
A.
Penyebab Sengketa
Sengketa
internasional (internasional dispute) adalah perselisihan yang terjadi antara
negara dengan negara, negara dengan individu-individu atau negara dengan
badan-badan /lembaga yang menjadi subjek hukum internasional. Sebab terjadi
sengketa antara lain 1) salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam
perjanjian internasional, 2)perbedaan penafsiranmengenai isi perjanjian
internasional, 3) perebutan sumber-sumber ekonomi, 4) perebutan pengaruh
ekonomi, politik, ataupun keamanan regional dan internasional, 5)adanya
intervensi terhadap kedaulatan negara lain, 6) penghinaan terhadap harga diri
bangsa
B.
Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai.
Penyelesaian
sengketa secara damai dibedakan menjadi: penyelesaian melalui pengadilan dan di
luar pengadilan. Yang akan dibahas pada kesemapatan kali ini hanyalah
penyelesaian perkara melalui pengadilan. Penyelesaian melalui pengadilan dapat
ditempuh melalui:
1.
Arbitrase
Internasional
Penyelesaian
sengketa internasional melalui arbitrase internasional adalah pengajuan
sengketa internasional kepada arbitrator yang dipilih secara bebas oleh para
pihak, yang memberi keputusan dengan tidak harus terlalu terpaku pada
pertimbangan-pertimbangan hukum. Arbitrase adalah merupakan suatu cara
penerapan prinsip hukum terhadap suatu sengketa dalam batas-batas yang telah
disetujui sebelumnya oleh para pihak yang bersengketa. Hal-hal yang penting
dalam arbitrase adalah :
1) Perlunya persetujuan para pihak dalam setiap
tahap proses arbitrase, dan
2) Sengketa diselesaikan atas dasar menghormati
hukum. (Burhan Tsani, 1990; 211)
Arbitrase
terdiri dari seorang arbitrator atau komisi bersama antar anggota-anggota yang
ditunjuk oleh para pihak atau dan komisi campuran, yang terdiri dari
orang-orang yang diajukan oleh para pihak dan anggota tambahan yang dipilih
dengan cara lain.
Pengadilan arbitrase dilaksanakan oleh suatu
“panel hakim” atau arbitrator yang dibentuk atas dasar persetujuan khusus para
pihak, atau dengan perjanjian arbitrase yang telah ada. Persetujuan arbitrase
tersebut dikenal dengan compromis (kompromi) yang memuat:
1.
persetujuan para
pihak untuk terikat pada keputusan arbitrase;
2.
metode pemilihan
panel arbitrase;
3.
waktu dan tempat
hearing (dengar pendapat);
4.
batas-batas fakta
yang harus dipertimbangkan, dan;
5.
prinsip-prinsip
hukum atau keadilan yang harus diterapkan untuk mencapai suatu kesepakatan.
(Burhan Tsani, 1990, 214)
Masyarakat
internasional sudah menyediakan beberapa institusi arbitrase internasional,
antara lain:
1.
Pengadilan
Arbitrase Kamar Dagang Internasional (Court of Arbitration of the International
Chamber of Commerce) yang didirikan di Paris, tahun 1919;
2.
Pusat
Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Internasional (International Centre for
Settlement of Investment Disputes) yang berkedudukan di Washington DC;
3.
Pusat Arbitrase
Dagang Regional untuk Asia (Regional Centre for Commercial Arbitration),
berkedudukan di Kuala Lumpur, Malaysia;
4.
Pusat Arbitrase
Dagang Regional untuk Afrika (Regional Centre for Commercial Arbitration),
berkedudukan di Kairo, Mesir. (Burhan Tsani; 216)
2.
Peyelesaian
Yudisial
Penyelsaian Yudisial adalah suatu penyelesaian
sengketa internasional melalui suatu pengadilan internasional.
3.
Negosiasi,
Jasa-jasa Baik, Mediasi, konsiliasi, dan Penyelidikan
Negosiasi, Jasa-jasa Baik, Mediasi, konsiliasi, dan
Penyelidikan merupakan penyelesain sengketa yang kurang formal dibandingkan
dengan arbitrasi dan penyelesaian yudisial, yang dalam pelaksanaanya tergantung
pihak yang bersengketa atau dengan pihak ketiga.
4.
Penyelesaian
dibawah Naungan Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Anggota PBB harus berusaha menyelesaikan
sengketa-sengketa melalui cara-cara damai dan menghindarkan ancaman perang atau
penggunaan kekerasan.tanggung jawab penting beralih ketangan Dewan keamanan dan
majlis umum. MU memiliki wewenang merekomendasikan tindakan-tindakan untuk
penyelesaian damai.
C.
Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Paksa atau Kekerasan
a.
Perang
Perang adalah penyelesaian sengketa internasional
dengan menggunakan kekerasan senjata dengan tujuan untuk mengalahkan pihak
lawan sehingga pihak lawan tidak ada alternatif lain kecuali memenuhi
syarat-syarat penyelesaian yang diajukan oleh pihak pemenang.
b.
Tindakan
bersenjata bukan perang
Jenis penyelesaian sengketa ini juga menggunakan
kekerasan senjata, akan tetapi, masih di bawah kategori perang. Biasanya
disebut perang pendek atau tindakan kekerasan terbatas. Tindakan ini
dimaksudkan agar para pihak yang bersengketa mau menyelesaikan sengketa mereka
secara damai (self help)
c.
Retorsi
Retorsi adalah tindakan tidak bersahabat yang
dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain yang terlebih dahulu melakukan
tindakan tidak bersahabat.
Retorsi juga diartikan sebagai tindakan pembalasan
yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain oleh karena negara yang
kena retorsi telah melakukan tindakan tidak sopan dan tidak adil.
Wujud
Retorsi :
-
Pemutusan hubungan diplomatik;
-
Pencabutan hak istimewa;
-
Penarikan konsesi pajak dan tarif;
-
Penghentian bantuan ekonomi.
d.
Reprisal
Reprisal adalah upaya paksa untuk memperoleh jaminan
ganti rugi, akan tetapi terbatas pada penahanan orang dan benda. Reprisal
merupakan upaya paksa yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain
dengan maksud untuk menyelesaikan sengketa yang timbul oleh karena negara yang
dikenai reprisal telah melakukan tindakan yang tidak dibenarkan.
Wujud
Reprisal :
-
Pemboikotan
barang;
-
Embargo;
-
Demonstrasi
angkatan laut;
-
Pemboman.
Syarat
Reprisal :
-
Sasarannya
ditujukan kepada negara yang senantiasa melakukan pelanggaran;
-
Negara sasaran
dituntut terlebih dahulu untuk memenuhi ganti rugi;
-
Tindakan reprisal
harus proporsional dan tidak boleh berpihak.
e.
Blokade Damai
Blokade dilakukan pada waktu damai dengan maksud agar
negara yang dikenai blokade mau memenuhi permintaan negara yang memblokade.
5.
Embargo
Embargo merupakan suatu prosedur lain untuk memperoleh
ganti rugi. Biasanya embargo dilakukan dengan melarang ekspor ke negara yang
dikenai embargo. Embargo biasanya dipergunakan sebagai salah satu bentuk sanksi
terhadap negara yang senantiasa melanggar hukum internasiona.
6.
Intervensi
Intervensi adalah suatu cara penyelesaian sengketa di
mana terdapat campur tangan pihak ketiga yang berupaya agar para pihak yang
bersengketa mau menyelesaikan sengketa mereka secara damai. Intervensi
sebenarnya dilarang, tetapi kadangkala dibenarkan dalam hal
-
Bila intervensi
itu diminta oleh negara yang membutuhkan intervensi;
-
Bila intervensi
itu dilakukan untuk kepentingan kemanusiaan.
D.
PENYELESAIAN
SENGKETA INTERNASIONAL MELALUI MI
Ada
lima aturan yang me njadi dasar dan rujukabn proses persidangan MI : Piagam PBB
(1945), Statuta MI(1945), Aturan Mahkamah (rules of the Court :1970), Panduan
Praktik (practice Directions),dan Resolusi tentang praktik Judisial Internal
Mahkamah (Resolution Councerning The Internal Judicial Practice of the Court) .
Mekanisme persidangan (proses beracara ) MI ;
a.
Mekanisme Normal
1.
Penyerahan
Perjanjian Khusus (Notification of special agreement) atau Aplikasi
2.
Pembelaan
tertulis (Written Pleadings)
3.
Presentasi
Pembelaan (Oral Pleadings)
4.
Keputusan
(Judgement)
b.
Mekanisme Khusus
1.
Keberatan Awal
2.
Ketidak hadiran
salah satu pihak
3.
Keputusan Selasa
beracara bersama
4.
Intervensi
E.
MENGHARGAI
PUTUSAN MAHKAMAH INTERNASIONAL
Seluruh anggota PBB secara otomatis menjadi anggota
Mahkamah Internasional oleh karena itu jika terjadi sengketa maka sudah menjadi
ketentuan bagi negara-negara anggota untuk menggunakan haknya bila merasa dirugikan
oleh negara lain. Akan tetapi sebaliknya jika suatu keputusan Mahkamah
internasional telah diputuskan segala konsekuensi yang ada harus diterima. Hal
itu mengingat bahwa apa yang menjadi putusan Mahkamah internasional merupakan
keputusan terakhir walaupun dapat dimintakan Banding.
Contohnya
Indonesia dan Malaysia pernah berurusan dengan Mahkamah Internasional (MI)
untuk menyelesaikan sengketa pemilikan pulau Sipadan . Dalam proses persidangan
di MI, pihak Malaysia dinyatakan pemilik syah pulau itu. jadi dengan alasan
tertentu dan rasional tentunya Kita menghargai keputusan dari MI tersebut
Daftar
Referensi
1.
Suteng, Bambang.
2006. Pendidikan Kewarganegaraan SMA Kleas XI. Jakarta : Erlangga
2.
Budiyanto. 2006.
Pendidikan Kewarganegaraan SMA Kelas XI.
Jakarta : Erlangga
3.
Materi LKS Kelas
XI
4.
UUD 1945
Tidak ada komentar:
Posting Komentar