KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah
Peranan wali sanga terhadap perkembangan islam di INDONESIA ini sebatas
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu
Sayekti selaku guru mata pelajaran sejarah yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai, Peranan wali sanga terhadap perkembangan islam di INDONESIA. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.
Pendahuluan
Pada abad 15 para saudagar muslim telah mencapai kemajuan
pesat dalam usaha bisnis dan dakwah hingga mereka memiliki jaringan di
kota-kota bisnis di sepanjang pantai Utara. Komunitas ini dipelopori oleh
Walisongo yang membangun masjid pertama di tanah Jawa, Masjid Demak yang
menjadi pusat agama yang mempunyai peran besar dalam menuntaskan Islamisasi di
seluruh Jawa. Walisongo berasal dari keturunan syeikh ahmad bin isa
muhajir dari hadramaut. Beliau dikenal sebagai tempat pelarian bagi para
keturunan nabi dari arab saudi dan daerah arab lain yang tidak menganut syiah.
Penyebaran agama Islam di Jawa terjadi
pada waktu kerajaan Majapahit runtuh disusul dengan berdirinya kerajaan Demak.
Era tersebut merupakan masa peralihan kehidupan agama, politik, dan seni
budaya. Di kalangan penganut agama Islam tingkat atas ada sekelompok tokoh
pemuka agama dengan sebutan Wali. Zaman itu pun dikenal sebagai zaman “kewalen”.
Para wali itu dalam tradisi Jawa dikenal sebagai “Walisanga”, yang merupakan
lanjutan konsep pantheon dewa Hindhu yang jumlahnya juga Sembilan orang. Adapun Sembilan orang wali yang dikelompokkan
sebagai pemangku kekuasaan pemerintah yaitu Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel,
Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga,
dan Sunan Gunung Jati.
II.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Sejarah tentang Walisongo?
2. Bagaimana
peran Walisongo dalam penyebaran dan perkembangan Islam di Indonesia?
III.
Pembahasan
A.
Sejarah Tentang Walisongo
Walisongo secara sederhana artinya
sembilan orang yang telah mencapai tingkat “Wali”, suatu derajat tingkat tinggi
yang mampu mengawal babahan hawa sanga (mengawal sembilan lubang dalam
diri manusia), sehingga memiliki peringkat wali. Para wali tidak hidup secara
bersamaan. Namun satu sama lain memiliki keterkaitan yang sangat erat, bila
tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid.[2]
Adapun penjelasan tokoh-tokoh Walisongo
adalah sebagai berikut
:
1.
Sunan Gresik (Syekh Maulana Malik
Ibrahim)
Syekh Maulana Malik Ibrahim berasal
dari Turki, dia adalah seorang ahli tata negara yang ulung. Syekh Maulana Malik
Ibrahim datang ke pulau Jawa pada tahun 1404 M. Jauh sebelum beliau datang,
islam sudah ada walaupun sedikit, ini dibuktikan dengan adanya makam Fatimah
binti Maimun yang nisannya bertuliskan tahun 1082.
Dikalangan
rakyat jelata Sunan Gresik atau sering dipanggil Kakek Bantal sangat terkenal
terutama di kalangan kasta rendah yang selalu ditindas oleh kasta yang lebih
tinggi. Sunan Gresik menjelaskan bahwa dalam Islam kedudukan semua orang adalah
sama sederajat hanya orang yang beriman dan bertaqwa tinggi kedudukannya di
sisi Allah. Dia mendirikan pesantren yang merupakan perguruan islam, tempat
mendidik dan menggenbleng para santri sebagai calon mubaligh.
Di Gresik,
beliau juga memberikan pengarahan agar tingkat kehidupan rakyat gresik semakin
meningkat. Beliau memiliki gagasan mengalirkan air dari gunung untuk mengairi
sawah dan ladang. Syekh Maulana Malik Ibrahim seorang walisongo yang dianggap
sebagai ayah dari walisongo. Beliau wafat di gresik pada tahun 882 H atau 1419
M.
2.
Sunan Ampel (Raden Rahmat)
Raden Rahmat
adalah putra Syekh Maulana Malik Ibrahim
dari istrinya bernama Dewi Candrawulan.
Beliau memulai aktivitasnya dengan mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat
dengan Surabaya. Di antara pemuda yang dididik itu tercatat antara lain Raden
Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan pertama Kesultanan Islam Bintoro,
Demak), Raden Makdum Ibrahim (putra Sunan Ampel sendiri dan dikenal sebagai
Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat), dan Maulana Ishak.
Menurut Babad Diponegoro, Sunan Ampel sangat
berpengaruh di kalangan istana Manjapahit, bahkan istrinya pun berasal dari
kalangan istana Raden Fatah, putra Prabu Brawijaya, Raja Majapahit, menjadi
murid Ampel. Sunan Ampel tercatat sebagai perancang Kerajaan Islam di pulau
Jawa. Dialah yang mengangkat Raden Fatah sebagai sultan pertama Demak.
Disamping itu, Sunan Ampel juga ikut mendirikan Masjid Agung Demak pada tahun
1479 bersama wali-wali lain.
Pada awal
islamisasi Pulau Jawa, Sunan Ampel menginginkan agar masyarakat menganut
keyakinan yang murni. Ia tidak setuju bahwa kebiasaan masyarakat seperti
kenduri, selamatan, sesaji dan sebagainya tetap hidup dalam sistem
sosio-kultural masyarakat yang telah memeluk agama Islam. Namun wali-wali yang
lain berpendapat bahwa untuk sementara semua kebiasaan tersebut harus dibiarkan
karena masyarakat sulit meninggalkannya secara serentak. Akhirnya, Sunan Ampel
menghargainya. Hal tersebut terlihat
dari persetujuannya ketika Sunan Kalijaga dalam usahanya menarik
penganut Hindu dan Budha, mengusulkan agar adat istiadat Jawa itulah yang
diberi warna Islam. Dan beliau wafat pada tahun 1478 dimakamkan disebelah
masjid Ampel.
3.
Sunan Bonang (Raden Makdum Ibrahim)
Nama aslinya
adalah Raden Makdum Ibrahim. Beliau Putra Sunan Ampel. Sunan Bonang terkenal
sebagai ahli ilmu kalam dan tauhid. Beliau dianggap sebagai pencipta gending
pertama dalam rangka mengembangkan ajaran Islam di pesisir utara Jawa Timur.
Setelah belajar di Psai, Aceh, Sunan Bonang kembali ke Tuban, Jawa Timur, untuk
mendirikan pondok pesantren. Santri-santri yang menjadi muridnya berdatangan
dari berbagai daerah.
Sunan Bonang
dan para wali lainnya dalam menyebarkan agama Islam selalu menyesuaikan diri
dengan corak kebudayaan masyarakat Jawa yang sangat menggemari wayang serta
musik gamelan. Mereka memanfaatkan pertunjukan tradisional itu sebagai media
dakwah Islam, dengan menyisipkan napas Islam ke dalamnya. Syair lagu gamelan
ciptaan para wali tersebut berisi pesan tauhid, sikap menyembah Allah SWT. dan
tidak menyekutukannya. Setiap bait lagu diselingi dengan syahadatain (ucapan
dua kalimat syahadat); gamelan yang mengirinya kini dikenal dengan istilah
sekaten, yang berasal dari syahadatain. Sunan Bonang sendiri menciptakan lagu
yang dikenal dengan tembang Durma, sejenis macapat yang melukiskan suasana tegang,
bengis, dan penuh amarah. Sunan Bonang wafat di pulau Bawean pada tahun 1525 M.
4. Sunan Giri
Sunan Giri
merupakan putra dari Maulana Ishak dan ibunya bernama Dewi Sekardadu putra
Menak Samboja. Kebesaran Sunan Giri terlihat antara lain sebagai anggota dewan
Walisongo. Nama Sunana Giri tidak bisa dilepaskan dari proses pendirian kerajaan
Islam pertama di Jawa, Demak. Ia adalah wali yang secara aktif ikut
merencanakan berdirinya negara itu serta terlibat dalam penyerangan ke Majapahit sebagai penasihat militer.
Sunan Giri atau
Raden Paku dikenal sangat dermawan, yaitu dengan membagikan barang dagangan
kepada rakyat Banjar yang sedang dilanda musibah. Beliau pernah bertafakkur di
goa sunyi selama 40 hari 40 malam untuk bermunajat kepada Allah. Usai
bertafakkur ia teringat pada pesan ayahnya sewaktu belajar di Pasai untuk mencari
daerah yang tanahnya mirip dengan yang dibawahi dari negeri Pasai melalui desa
Margonoto sampailah Raden Paku di daerah perbatasan yang hawanya sejuk, lalu
dia mendirikan pondok pesantren yang dinamakan Pesantren Giri. Tidak berselang
lama hanya daam waktu tiga tahun pesantren tersebut terkenaldi seluruh
Nusantara. Sunan Giri sangat berjasa dalam penyebaran Islam baik di Jawa atau
nusantara baik dilakukannya sendiri waktu muda melalui berdagang tau bersama
muridnya. Beliau juga menciptakan tembang-tembang dolanan anak kecil yang
bernafas Islami, seperti jemuran, cublak suweng dan lain-lain.
5.
Sunan Drajat
Nama aslinya
adalah Raden Syarifudin. Ada suber yang lain yang mengatakan namanya adalah
Raden Qasim, putra Sunan Ampel dengan seorang ibu bernama Dewi Candrawati. Jadi
Raden Qasim itu adalah saudaranya Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang). Oleh
ayahnya yaitu Sunan Ampel, Raden Qasim diberi tugas untuk berdakwah di daerah
sebalah barat Gresik, yaitu daerah antara Gresik dengan Tuban.
Di desa Jalang
itulah Raden Qasim mendirikan pesantren. Dalam waktu yang singkat telah banyak
orang-orang yang berguru kepada beliau. Setahun kemudian di desa Jalag, Raden
Qasim mendapat ilham agar pindah ke daerah sebalah selatan kira-kira sejauh
satu kilometer dari desa Jelag itu. Di sana beliau mendirikan Mushalla atau
Surau yang sekaligus dimanfaatkan untuk tempat berdakwah. Tiga tahun tinggal di
daerah itu, beliau mendaat ilham lagi agar pindah tempat ke satu bukit. Dan di
tempat baru itu belaiu berdakwah dengan menggunakan kesenian rakyat, yaitu
dengan menabuh seperangkat gamelanuntuk mengumpulkan orang, setelah itu lalu
diberi ceramah agama. Demikianlah kecerdikan Raden Qasim dalam mengadakan
pendekatan kepada rakyat dengan menggunakan kesenian rakyat sebagai media
dakwahnya. Sampai sekarang seperangkat gamelan itu masih tersimpan dengan baik
di museum di dekat makamnya.
6.
Sunan Kalijaga
Nama aslinya
adalah Raden Sahid, beliau putra Raden Sahur putra Temanggung Wilatika Adipati
Tuban. Raden Sahid sebenarnya anak muda yang patuh dan kuat kepada agama dan
orang tua, tapi tidak bisa menerima keadaan sekelilingnya yang terjadi banyak
ketimpangan, hingga dia mencari makanan dari gudang kadipaten dan dibagikan
kpeada rakyatnya. Tapi ketahuan ayahnya, hingga dihukum yaitu tangannya
dicampuk 100 kali sampai banyak darahnya dan diusir.
Setelah diusir
selain mengembara, ia bertemu orang berjubah putih, dia adalah Sunan Bonang.
Lalau Raden Sahid diangkat menjadi murid, lalu disuruh menunggui tongkatnya di
depan kali sampai berbulan-bulan sampai seluruh tubuhnya berlumut. Maka Raden
Sahid disebut Sunan Kalijaga.
Sunan kalijaga
menggunakan kesenian dalam rangka penyebaran Islam, antara lain dengan wayang,
sastra dan berbagai kesenian lainnya. Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh
para penyebar Islam seperti Walisongo untuk menarik perhatian di kalangan
mereka, sehingga dengan tanpa terasa mereka telah tertarik pada ajaran-ajaran
Islam sekalipun, karena pada awalnya mereka tertarik dikarenakan media kesenian
itu. Misalnya, Sunan Kalijaga adalah tokoh seniman wayang. Ia itdak pernah
meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian
wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi di dalam
cerita itu disispkan ajaran agama dan nama-nama pahlawan Islam.
7.
Sunan Kudus (Ja’far Sadiq)
Sunan Kudus
menyiarkan agama Islam di daerah Kudus dan sekitarnya. Beliau memiliki keahlian
khusus dalam bidang agama, terutama dalam ilmu fikih, tauhid, hadits, tafsir
serta logika. Karena itulah di antara walisongo hanya ia yang mendapat julukan wali
al-‘ilm (wali yang luas ilmunya), dank arena keluasan ilmunya ia didatangi
oleh banyak penuntut ilmu dari berbagai daerah di Nusantara.
Ada cerita yang
mengatakan bahwa Sunan Kudus pernah belajar di Baitul Maqdis, Palestina, dan
pernah berjasa memberantas penyakit yang menelan banyak korban di Palestina.
Atas jasanya itu, oleh pemerintah Palestiana ia diberi ijazah wilayah (daerah
kekuasaan) di Palestina, namun Sunan Kudus mengharapkan hadiah tersebut
dipindahkan ke Pulau Jawa, dan oleh Amir (penguasa setempat) permintaan itu
dikabulkan. Sekembalinya ke Jawa ia mendirikan masjid di daerah Loran tahun
1549, masjid itu diberi nama Masjid Al-Aqsa atau Al-Manar (Masjid Menara Kudus)
dan daerah sekitanya diganti dengan nama Kudus, diambil dari nama sebuah kota
di Palestina, al-Quds. Dalam melaksanakan dakwah dengan pendekatan kultural,
Sunan Kudus menciptakan berbagai cerita keagamaan. Yang paling terkenal adalah Gending
Makumambang dan Mijil. Cara-cara berdakwah Sunan Kudus adalah
sebagai berikut:
a.
Strategi pendekatan kepada masa dengan
jalan
1)
Membiarkan adat istiadat lama yang
sulit diubah
2)
Menghindarkan konfrontasi secara
langsung dalam menyiarkan agama islam
3)
Tut Wuri Handayani
4)
Bagian adat istiadat yang tidak sesuai
dengan mudah diubah langsung diubah.
b.
Merangkul masyarakat Hindu seperti
larangan menyembelih sapi karena dalam agama Hindu sapi adalah binatang suci
dan keramat.
c.
Merangkul masyarakat Budha
Setelah masjid, terus Sunan Kudus mendirikan padasan
tempat wudlu denga pancuran yang berjumlah delapan, diatas pancuran diberi arca
kepala Kebo Gumarang diatasnya hal ini disesuaikan dengan ajaran Budha “ Jalan
berlipat delapan atau asta sunghika marga”.
d.
Selamatan Mitoni
Biasanya sebelum acara selamatan
diadakan membacakan sejarah Nabi. Sunan Kudus
wafat pada tahun 1550 M dan dimakamkan di Kudus. Di pintu makan Kanjeng Sunan
Kudus terukir kalimat asmaul husna yang berangka tahun 1296 H atau 1878
M.
8.
Sunan Muria (Raden Umar Said)
Salah
seorang Walisongo yang banyak berjasa dalam menyiarkan agama Islam di pedesaab Pulau Jawa adalah Sunan
Muria. Beliau lebih terkenal dengan nama Sunan Muria karena pusat kegiatan
dakwahnya dan makamnya terletak di Gunung Muria (18 km di sebelah utara Kota
Kudus sekarang).
Beliau adalah
putra dari Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya Raden Umar Said,
dalam berdakwah ia seperti ayahnya yaitu menggunakan cara halus, ibarat
menganbil ikan tidak sampai keruh airnya. Muria dalam menyebarkan agama Islam.
Sasaran dakwah beliau adalah para pedagang, nelayan dan rakyat jelata. Beliau
adalah satu-satunya wali yang mempertahankan kesenian gamelan dan wayang
sebagai alat dakwah dan beliau pulalah yang menciptakan tembang Sinom dan
kinanthi. Beliau banyak mengisi tradisi Jawa dengan nuansa Islami seperti
nelung dino, mitung dino, ngatus dino dan sebagainya.
Lewat
tembang-tembang yang diciptakannya, sunan Muria mengajak umatnya untuk
mengamalkan ajaran Islam. Karena itulan sunan Muria lebih senang berdakwah pada
rakyat jelata daripada kaum bangsawan. Cara dakwah inilah yang menyebabkan suna
Muria dikenal sebagai sunan yang suka berdakwak tapa ngeli yaitu
menghanyutkan diri dalam masyarakat.
9.
Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Salah seorang
dari Walisongo yang banyak berjasa dalam menyebarkan Islam di Pulau Jawa,
terutama di daerah Jawa Barat; juga pendiri Kesultanan Cirebon. Nama aslinya Syarif Hidayatullah.
Dialah pendiri dinasti Raja-raja Cirebon dan kemudian juga Banten. Sunan Gunung
Jati adalah cucu Raja Pajajaran, Prabu Siliwangi.
Setelah selesai
menuntut ilmu pasa tahun 1470 dia berangkat ketanah Jawa untuk mengamalkan
ilmunya. Disana beliau bersama ibunya
disambut gembira oleh pangeran Cakra
Buana. Syarifah Mudain minta agar
diizinkan tinggal dipasumbangan Gunung Jati dan disana mereka membangun
pesantren untuk meneruskan usahanya Syeh Datuk Latif gurunya pangeran Cakra Buana. Oleh karena itu
Syarif Hidayatullah dipanggil sunan gunung Jati. Lalu ia dinikahkan dengan
putri Cakra Buana Nyi Pakung Wati kemudian ia diangkat menjadi pangeran Cakra
Buana yaitu pada tahun 1479 dengan diangkatnya ia sebagai pangeran dakwah islam
dilakukannya melalui diplomasi dengan kerajaan lain.
Setelah Cirebon
resmi berdiri sebagai sebuah Kerajaan Islam yang bebas dari kekuasaan
Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha mempengaruhi kerajaan yang belum menganut
agama Islam. Dari Cirebon, ia mengembangkan agama Islam ke daerah-daerah lain
di Jawa Barat, seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan
Banten.
B.
Peran Walisongo dalam Penyebaran dan
Perkembangan Islam di Indonesia.
Sejarah walisongo berkaitan dengan penyebaran Dakwah Islamiyah di Tanah
Jawa. Sukses gemilang perjuangan para Wali ini tercatat dengan tinta emas.
Dengan didukung penuh oleh kesultanan Demak Bintoro, agama Islam kemudian
dianut oleh sebagian besar manyarakat Jawa, mulai dari perkotaan, pedesaan, dan
pegunungan. Islam benar-benar menjadi agama yang mengakar.
Para wali ini mendirikan masjid, baik sebagai
tempat ibadah maupun sebagai tempat mengajarkan agama. Konon, mengajarkan agama
di serambi masjid ini, merupakan lembaga pendidikan tertua di Jawa yang
sifatnya lebih demokratis. Pada masa awal perkembangan Islam, sistem seperti
ini disebut ”gurukula”, yaitu seorang guru menyampaikan ajarannya kepada
beberapa murid yang duduk di depannya, sifatnya tidak masal bahkan rahasia
seperti yang dilakukan oleh Syekh Siti Jenar. Selain prinsip-prinsip keimanan
dalam Islam, ibadah, masalah moral juga diajarkan ilmu-ilmu kanuragan,
kekebalan, dan bela diri.
Sebenarnya
Walisongo adalah nama suatu dewan da’wah atau dewan mubaligh. Apabila ada salah
seorang wali tersebut pergi atau wafat maka akan segera diganti oleh
walilainnya. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha
dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah
simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh
lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam
mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan
masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat "sembilan
wali" ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Kesembilan
wali ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam penyebaran agama Islam di
pulau Jawa pada abad ke-15. Adapun peranan walisongo dalam penyebaran agama
Islam antara lain:
- Sebagai pelopor penyebarluasan agama Islam kepada masyarakat yang belum banyak mengenal ajaran Islam di daerahnya masing-masing.
- Sebagai para pejuang yang gigih dalam membela dan mengembangkan agama Islam di masa hidupnya.
- Sebagai orang-orang yang ahli di bidang agama Islam.
- Sebagai orang yang dekat dengan Allah SWT karena terus-menerus beribadah kepada Nya, sehingga memiliki kemampuan yang lebih.
- Sebagai pemimpin agama Islam di daerah penyebarannya masing-masing, yang mempunyai jumlah pengikut cukup banyak di kalangan masyarakat Islam.
- Sebagai guru agama Islam yang gigih mengajarkan agama Islam kepada para muridnya.
- Sebagai kiai yang menguasai ajaran agama Islam dengan cukup luas.
- Sebagai tokoh masyarakat Islam yang disegani pada masa hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar