ASSALAMUALAIKUM WR.WB.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan
makalah PERGANTIAN PEMERINTAHAN DARI
DEMOKRASI TERPIMPIN KE ORDE BARU.
Dan kami berterima kasih pada Ibu Sayekti selaku guru mata pelajaran sejarah
yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai, PERGANTIAN PEMERINTAHAN DARI DEMOKRASI TERPIMPIN KE ORDE BARU terhadap sistem pemerintahan demokrasi di INDONESIA. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai, PERGANTIAN PEMERINTAHAN DARI DEMOKRASI TERPIMPIN KE ORDE BARU terhadap sistem pemerintahan demokrasi di INDONESIA. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Demokrasi adalah pemerintahan rakyat,
maksudnya pemerintahan memberi kekuasaan dan wewenang kepada rakyat, semua
keputusan berdasarkan suara rakyat. Jadi, Demokrasai Indonesia adalah pemerintahan
dari semua rakyat Indonesia, oleh rakyat Indonesia dan untuk rakyat Indonesia
dari Sabang sampai Meroke. Cara pemerintahan seperti ini menjadi cita-cita
semua partai Nasionalis di Indonesia.
Sejak bangsa Indonesia mencapai
kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 selalu menjadi pertanyaan bagaimana sistem
pemerintahan yang tepat dan paling bermanfaat baginya. Indonesia menjadi salah
satu negara demokrasi terbesar di dunia. Demokrasi menjadi pilihan bangsa
Indonesia sejak awal berdirinya. Perkembangan sistem demokrasi berlangsung
sejak tahun 1945 hingga masa sekarang. Berbagai model demokrasi pernah
diterapkan di Indonesia dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Perkembangan
demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut dari masa kemerdekaan sampai saat
ini. Hal ini dibuktikan dengan telah dilaksanakannya beberapa bentuk demokrasi
di negara Indonesia.
Perkembangan demokrasi di Indonesia dibagi
dalam empat periode, yaitu Demokrasi pada Periode 1945–1959, Demokrasi pada
Periode 1959–1965 (Era Orde Lama), Demokrasi pada Periode 1966–1998 (Era Orde
Baru), Demokrasi pada Periode 1998–sekarang (Era Reformasi)
B.
Rumusan masalah
Pelaksanaan demokrasi pada masa terpimpin/ orde lama
(1959 – 1965) dan pada masa orde baru (1966 – 1998)?
Pelaksanaan demokrasi pada masa Orde baru (1998 –
sekarang)
PEMBAHASAN
BAB I.
Demokrasi
Terpimpin
a. Pelaksanaan pada masa demokrasi terpimpin (1959 – 1965)
Pada masa demokrasi terpimpin
berlangsung antara tahun 1959 hingga 1965. Masa ini dikenal dengan istilah Orde Lama. Menurut UUD 1945 presiden
tidak bertanggung jawab kepada DPR, presiden dan DPR berada di bawah MPR.
Pengertian demokrasi terpimpin pada sila keempat Pancasila adalah dipimpin
oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, akan tetapi
presiden menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan terletak di tangan ‘Pemimpin
Besar Revolusi”. Dengan demikian pemusatan kekuasaan di tangan
presiden. Terjadinya pemusatan kekuasaan di tangan presiden menimbulkan
penyimpangan dan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang puncaknya
terjadi perebutan kekuasaan oleh PKI pada tanggal 30 September 1965 (G30S/PKI)
yang merupakan bencana nasional bagi bangsa Indonesia.
b. Pandangan Umum :
Ø Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun
1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga
Jatuhnya kekuasaan Sukarno.
Ø Disebut Demokrasi terpimpin karena
demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden
Sukarno.
Ø Terpimpin pada saat pemerintahan Sukarno adalah kepemimpinan pada satu
tangan saja yaitu presiden.
c. Tugas Demokrasi terpimpin :
Ø Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang
tidak setabil sebagai warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih
mantap/stabil.
Ø Demokrasi Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi
Parlementer/Liberal. Hal ini disebabkan karena :
Ø Pada masa Demokrasi parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas
sebagai kepala negara. Sedangkan kekuasaan Pemerintah dilaksanakan oleh partai.
Dampaknya:
Penataan
kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan
stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan
di tangan presiden).
Pelaksanaan masa Demokrasi Terpimpin :
Ø Kebebasan partai dibatasi
Ø Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus
kepala pemerintahan.
Ø Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.
Ø Dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front
Nasional.
Penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan Demokrasi terpimpin dari UUD 1945
adalah sebagai berikut.
1. Kedudukan Presiden
Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah
MPR. Akan tetapi, kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945,
sebab MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus
diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden untuk
mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta
pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar
serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak
memimpin departemen.
2. Pembentukan MPRS
Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden
No. 2 Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945
karena Berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi
negara harus melalui pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh
rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR.
Anggota
MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan syarat :
Setuju kembali
kepada UUD 1945, Setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan Setuju pada
manifesto Politik.
Keanggotaan
MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah, dan 200 orang
wakil golongan.
Tugas MPRS terbatas pada menetapkan
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
3. Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955
dibubarkan karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah.
Presiden selanjutnya menyatakan pembubaran DPR dan sebagai gantinya presiden
membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Dimana semua
anggotanya ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPRGR juga ditentukan oleh
presiden. Sehingga DPRGR harus mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah.
Tindakan presiden tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sebab
berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat membubarkan DPR.
Tugas DPR GR adalah sebagai berikut.
Ø Melaksanakan manifesto politik
Ø Mewujudkan amanat penderitaan rakyat
Ø Melaksanakan Demokrasi Terpimpin
4. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung
Sementara
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk
berdasarkan Penetapan Presiden No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh
Presiden sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri atas satu orang wakil ketua, 12
orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan.
Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan
mengajukan usul kepada pemerintah.
Pelaksanaannya kedudukan DPAS juga berada dibawah
pemerintah/presiden sebab presiden adalah ketuanya. Hal ini disebabkan karena
DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat agar pidato presiden pada hari
kemerdekaan RI 17 AGUSTUS 1959 yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi
Kita” yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol)
ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No.1 tahun 1960. Inti Manipol
adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia,
Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga
lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
5. Pembentukan Front Nasional
Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden
No.13 Tahun 1959. Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang
memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD
1945. Tujuannya adalah menyatukan segala bentuk potensi
nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional
dipimpin oleh Presiden Sukarno sendiri. Tugas front nasional
adalah sebagai berikut.
Ø Menyelesaikan Revolusi Nasional
Ø Melaksanakan Pembangunan
Ø Mengembalikan Irian Barat
6. Pembentukan Kabinet Kerja
Tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk kabinet
Kerja. Sebagai wakil presiden diangkatlah Ir. Juanda. Hingga tahun
1964 Kabinet Kerja mengalami tiga kali perombakan (reshuffle). Program
kabinet ini adalah sebagai berikut.
Ø Mencukupi kebutuhan sandang pangan
Ø Menciptakan keamanan negara
Ø Mengembalikan Irian Barat.
7. Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom
Perbedaan ideologi dari partai-partai yang berkembang masa
demokrasi parlementer menimbulkan perbedaan pemahaman mengenai kehidupan
berbangsa dan bernegara yang berdampak pada terancamnya persatuan di Indonesia.
Pada masa demokrasi terpimpin pemerintah mengambil langkah untuk menyamakan
pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menyampaikan ajaran
NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Tujuannya untuk
menggalang persatuan bangsa.
Bagi presiden NASAKOM merupakan cerminan paham berbagai
golongan dalam masyarakat. Presiden yakin bahwa dengan menerima dan
melaksanakan Nasakom maka persatuan Indonesia akan terwujud. Ajaran Nasakom
mulai disebarkan pada masyarakat. Dikeluarkan ajaran Nasakom sama saja
dengan upaya untuk memperkuat kedudukan Presiden sebab jika menolak Nasakom
sama saja dengan menolak presiden.
Kelompok yang kritis terhadap ajaran Nasakom adalah
kalangan cendekiawan dan ABRI. Upaya penyebarluasan ajaran Nasakom dimanfaatkan
oleh PKI dengan mengemukakan bahwa PKI merupakan barisan terdepan pembela
NASAKOM. Keterlibatan PKI tersebut menyebabkan ajaran Nasakom menyimpang dari
ajaran kehidupan berbangsa dan bernegara serta mengeser kedudukan Pancasila dan
UUD 1945 menjadi komunis. Selain itu PKI mengambil alih kedudukan dan kekuasaan
pemerintahan yang sah. PKI berhasil meyakinkan presiden bahwa Presiden Sukarno
tanpa PKI akan menjadi lemah terhadap TNI.
8. Adanya ajaran RESOPIM
Tujuan adanya ajaran RESOPIM (Revolusi,
Sosialisme Indonesia, dan Pimpinan Nasional) adalah untuk memperkuat kedudukan
Presiden Sukarno. Ajaran Resopim diumumkan pada peringatan Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia ke-16.
Inti dari ajaran ini adalah bahwa
seluruh unsur kehidupan berbangsa dan bernegara harus dicapai melalui revolusi,
dijiwai oleh sosialisme, dan dikendalikan oleh satu pimpinan nasional yang
disebut Panglima Besar Revolusi (PBR), yaitu Presiden Sukarno.
Dampak dari sosialisasi Resopim ini maka
kedudukan lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara ditetapkan dibawah
presiden. Hal ini terlihat dengan adanya pemberian pangkat menteri kepada
pimpinan lembaga tersebut, padahal kedudukan menteri seharusnya sebagai
pembantu presiden.
9. Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia.
TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas 4 angkatan yaitu TNI Angkatan
Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian.
Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima Angkatanyang kedudukannya
langsung berada di bawah presiden. ABRI menjadi salah satu golongan fungsional
dan kekuatan sosial politik Indonesia.
10. Pentaan Kehidupan Partai Politik
Pada masa demokrasi Parlementer, partai dapat melakukan
kegiatan politik secara leluasa. Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin,
kedudukan partai dibatasi oleh penetapan presiden No. 7 tahun 1959. Partai yang
tidak memenuhi syarat, misalnya jumlah anggota yang terlalu sedikit akan
dibubarkan sehingga dari 28 partai yang ada hanya tinggal 11 partai. tindakan
pemerintah ini dikenal dengan penyederhanaan kepartaian.
Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat kedudukan
pemerintah terutama presiden. Kedudukan presiden yang kuat tersebut tampak
dengan tindakannya untuk membubarkan 2 partai politik yang pernah berjaya masa
demokrasi Parlementer yaitu Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Alasan
pembubaran partai tersebuat adalah karena sejumlah anggota dari kedua partai
tersebut terlibat dalam pemberontakan PRRI dan Permesta. Kedua Partai tersebut
resmi dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1960.
11. Arah Politik Luar Negeri
Bahasan Umum: Pada awalnya, politik luar negeri Indonesia adalah politik bebas aktif
sesuai yang mengabdi pada kepentingan nasional. Bebas berarti tidak memihak
salah satu blok (barat/timur), sedangkan aktif berarti ikut memelihara
perdamaian dunia. Pada masa demokrasi terpimpin, pelaksanaan politik luar
negeri condong mendekati negara-negara blok timur dan konfrontasi terhadap
negara-negara blok barat. Perubahan arah ini disebabkan oleh :
1) Faktor dalam negeri : dominasi PKI dalam kehidupan politik
2) Faktor luar negeri : sikap negara-negara Barat yang kurang simpati dan tidak mendukung terhadap perjuangan bangsa Indonesia.
1) Faktor dalam negeri : dominasi PKI dalam kehidupan politik
2) Faktor luar negeri : sikap negara-negara Barat yang kurang simpati dan tidak mendukung terhadap perjuangan bangsa Indonesia.
a. Politik Konfrontasi Nefo dan Oldefo
Terjadi penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif
yang menjadi cenderung condong pada salah satu poros. Saat itu Indonesia
memberlakukan politik konfrontasi yang lebih mengarah pada negara-negara
kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik Konfrontasi
tersebut dilandasi oleh pandangan tentang Nefo (New
Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces)
Nefo merupakan kekuatan baru yang sedang
muncul yaitu negara-negara progresif revolusioner (termasuk Indonesia dan
negara-negara komunis umumnya) yang anti imperialisme dan kolonialisme.
Oldefo merupakan kekuatan lama yang telah
mapan yakni negara-negara kapitalis yang neokolonialis dan imperialis
(Nekolim).
Untuk mewujudkan Nefo maka dibentuk poros Jakarta-Phnom
Penh-Hanoi-Peking-Pyong Yang. Dampaknya ruang gerak Indonesia di forum
internasional menjadi sempit sebab hanya berpedoman ke negara-negara komunis.
b.
Politik Konfrontasi Malaysia
Indonesia juga menjalankan politik konfrontasi dengan
Malaysia. Hal ini disebabkan karena pemerintah tidak setuju dengan pembentukan
negara federasi Malaysia yang dianggap sebagai proyek neokolonialisme Inggris
yang membahayakan Indonesia dan negara-negara blok Nefo.
Dalam rangka konfrontasi tersebut Presiden mengumumkan Dwi
Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964, yang isinya sebagai berikut.
Ø Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia.
Ø Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim
Inggris.
Ø Pelaksanaan Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur
dan Barat menunjukkan adanya campur tanggan Indonesia pada masalah dalam negeri
Malaysia.
c. Politik Mercusuar
Politik Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau
menganggap bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi
Nefo di seluruh dunia.
Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek
besar dan spektakuler yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada
kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan
biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah diantaranya diselenggarakannya
GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) yang membutuhkan
pembangunan kompleks Olahraga Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi
asing.
Pada tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari
keanggotaan PBB sebab Malaysia diangkat menjadi anggota tidak tetap Dewan
Keamanan PBB.
d. Politik Gerakan Non-Blok
Gerakan Non-Blok merupakan gerakan persaudaraan negara-negara
Asia-Afrika yang kehidupan politiknya tidak terpengaruh oleh Blok Barat maupun
Blok Timur.
Selanjutnya gerakan ini memusatkan perjuangannya pada
gerakan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika dan mencegah perluasan Perang
Dingin.
Keterlibatan Indonesia dalam GNB menunjukkan bahwa
kehidupan politik Indonesia di dunia sudah cukup maju.
GNB merupakan gerakan yang bebas mendukung perdamaian dunia
dan kemanusiaan. Bagi RI, GNB merupakan pancaran dan revitalisasi dari UUD1945
baik dalam skala nasional dan internasional.
Besarnya kekuasaan Presiden dalam Pelaksanaan demokrasi terpimpin tampak dengan:
- Pengangkatan
Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan
wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta
wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak
memimpin departemen.
- Pidato
presiden yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” pada tanggal 17
Agustus 1959 yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol)
ditetapkan sebagai GBHN atas usul DPA yang bersidang tanggal 23-25
September 1959.
- Inti
Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan
Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL
USDEK.
- Pengangkatan
Ir. Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi yang berarti sebagai presiden
seumur hidup.
- Pidato
presiden yang berjudul ”Berdiri di atas Kaki Sendiri” sebagai pedoman
revolusi dan politik luar negeri.
- Presiden
berusaha menciptakan kondisi persaingan di antara angkatan, persaingan di
antara TNI dengan Parpol.
- Presiden
mengambil alih pemimpin tertinggi Angkatan Bersenjata dengan di bentuk
Komandan Operasi Tertinggi (KOTI).
12. Perjuangan Pembebasan Irian Barat
Salah satu isi KMB, yaitu status Irian
Barat ditunda setahun sesudah pengakuan kedaulatan. Menurut Indonesia, Irian
Barat akan diserahkan. Sedangkan menurut Belanda, Irian Barat akan dibicarakan
terlebih dahulu. Hal ini menimbulkan perdebatan di antara
Indonesia
dan Belanda mengenai status kepemilikan Irian Barat.
1.
Perjuangan Melalui Jalur Diplomasi
a.
Bilateral
Maret 1950 diadakan Konferensi Uni-Indonesia di
Jakarta. Membahas Irian Barat dan ketatanegaraan. Hasilnya gagal. Kemudian
dibentuk komite dengan anggota Muhammad Yamin, Latuharhary dan Makaliwy dari
Indonesia, serta G.H. Vander Kolff, R. van Dijk dan J.M. Pieters dari Belanda.
esember 1950 diadakan Konferensi di Den Haag, Belanda. Hasilnya juga gagal.
Setahun kemudian (Desember 1951), diadakan kembali
Konferensi Uni-Indonesia. Karena Belanda mengajukan agar masalah Irian Barat
dibicarakan di Mahkamah Internasional, sedangkan Indonesia menginginkan di
Majelis Umum PBB, maka hasil konferensi tersebut gagal juga.
b.
Multilateral (Melalui Forum PBB)
Pada tanggal 21 September 1954, masalah Irian Barat
dibicarakan dalam siding PBB. Hasilnya gagal.Pada tanggal 10 Desember 1954,
Resolusi Irian Barat yang disponsori India gagal, sehingga Irian Barat bukan
urusan PBB lagi.
2.
Perjuangan Melalui Jalur Konfrontasi
Ø 10 Agustus
1954 : Pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
Ø 3 Mei 1956
: Indonesia membatalkan perjanjian KMB.
Ø 4 Agustus
1956 : Menolak utang Belanda.
Ø 18
November 1957 : Rapat umum pembebasan Irian Barat di Jakarta.
Tindak lanjut rapat pembebasan Irian Barat :
a.
Aksi mogok para buruh terhadap perusahaan
Belanda
b.
Melarang semua terbitan bahasa Belanda.
c.
Melarang KLM (pesawat Belanda) terbang.
d.
Menutup semua konsuler Belanda di
Indonesia.
e.
Nasionalisasi perusahaan Belanda.
f.
Pembentukan Provinsi Irian Barat dengan Sultan
Abidin Syah sebagai gubernur.
3.
Tri Komando Rakyat (Trikora)
Ø 17 Agustus
1960 : Pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda.
Ø 30
September 1960 : Soekarno berpidato di sidang Majelis Umum PBB dengan judul
"Membangun Dunia Kembali".
Ø 5 April
1961 : Belanda membentuk Dewan Papua.
Ø September
1961 : Belanda mengumumkan berdirinya Negara Papua Barat.
Ø 19
Desember 1961 : Soekarno mengumandangkan Trikora di Alun-Alun Utara Yogyakarta.
Isi
Trikora:
a.
Gagalkan pembentukan Negara Papua buatan
Belanda.
b.
Kibarkan bendera merah- putih di Irian
Barat.
c.
Mempersiapkan mobilisasi umum untuk
mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.
4.
Pembentukan Komando MandalaPembebasan Irian Barat Dengan dipimpin oleh Mayjen
Soeharto di Makassar, dibentuklah Komando Mandala Pembebasan Irian Barat dengan
tujuan merencanakan, menyiapkan dan melaksanakan operasi militer, serta
mengembangkan
situasi militer di Irian Barat. Tahapan Operasi Mandala:
a.
Infiltrasi (1962) : Menyusup ke Papua.
b.
Eksploitasi (1963) : Serangan untuk
menduduki pos militer musuh.
c.
Konsilidasi (1964) : Menegakan kekuasaan
Indonesia di Irian Barat.
Pahlawan
perang Trikora adalah
Yos
Sudarso, Komandan KRI Macan Tutul yang gugur di Laut Arafuru.
5.
Proses Kembalinya Irian Barat ke dalam Wilayah NKRI
6
Maret 1962 Sekjen PBB, U Thant mengirim Elsworth Bunker untuk menengahi
perselisihan Indonesia dengan Belanda dalam bentuk Proposal Bunker yang berisi:
a.
Belanda harus menyerahkan Irian Barat
melalui PBB.
b.
Rakyat Irian Barat diberi kesempatan menentukan
pendapat setelah beberapa tahun di bawah kekuasaan RI.
15
Agustus 1962 Persetujuan New York ditandatangani di Markas Besar PBB yang
berisi:
a.
Belanda akan menyerahkan Irian Barat
kepada UNTEA paling lambat 1 Oktober 1962.
b.
Pasukan Indonesia yang ada di Irian Barat
berada di bawah UNTEA.
c.
Pasukan Belanda dipulangkan.
d.
Bendera RI mulai dikibarkan di samping
bendera PBB sejak 31 Desember 1962.
e.
Pemerintah RI secara resmi akan menerima
pemerintahan Irian Barat dari UNTEA selambat-lambatnya 1 Mei 1963.
f.
Pemerintah RI mengadakan perpera
(penentuan pendapat rakyat) pada akhir 1969.
1
Mei 1963 : Serah terima Irian Barat kepada RI di Hollandia (sekarang Jayapura).
24
Maret - 4 Agustus 1969 : Diadakan perpera.
November
1969 : Hasil perpera di bawa ke sidang umum PBB ke-24 oleh Ortis Sanz.
Terdapat
beberapa penyimpangan konstitusi dalam pelaksanaan demokrasi terpimpin, di
antaranya:
- Pemusatan Kekuasaan
Di Tangan Presiden,
- Pancasila Tidak
Ditafsirkan Secara Bulat Dan Utuh, Akan Tetapi Secara Terpisah,
- Pengangkatan
Presiden Seumur Hidup,
- Rangkap Jabatan Yang
Dilakukan Presiden,
- Presiden Membubarkan
Dpr Hasil Pemilu Tahun 1955.
- Konsep Pancasila
Berubah Menjadi Konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, Dan Komunis),
- Terjadinya
Pergeseran Makna Demokrasi, Karena Tidak Terjadi Pembagian Kekuasaan,
- Kecenderungan
Pemerintah Ke Arah Blok Komunis.
BAB II.
MASA ORDE BARU
Orde baru merupakan sebuah istilah yang
digunakan untuk memisahkan antara kekuasaan masa Sukarno(Orde Lama) dengan masa
Suharto. Sebagai masa yang menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan PKI
tahun 1965.
Orde baru lahir sebagai upaya untuk :
Mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama Penataan
kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan Negara Indonesia. Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Menyusun kembali kekuatan bangsa untuk
menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa.
A.
LATAR BELAKANG LAHIRNYA ORDE BARU :
Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September
1965 Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa Gerakan
30 September 1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah
berlangsung lama. Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk
peristiwa pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh PKI.
Rakyat melakukan demonstrasi menuntut agar
PKI berserta Organisasi Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.
Kesatuan aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada di masyarakat bergabung
membentuk Kesatuan Aksi berupa “Front Pancasila” yang selanjutnya lebih dikenal
dengan “Angkatan 66” untuk menghacurkan tokoh yang terlibat dalam Gerakan 30
September 1965. Kesatuan Aksi “Front Pancasila” pada 10 Januari 1966 di depan
gedung DPR-GR mengajukan tuntutan ”TRITURA” (Tri Tuntutan Rakyat) yang berisi :
Ø Pembubaran
PKI berserta Organisasi Massanya
Ø Pembersihan Kabinet Dwikora
Ø Penurunan
Harga-harga barang.
Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21
Februari 1966 dan Pembentukan Kabinet Seratus Menteri tidak juga memuaskan
rakyat sebab rakyat menganggap di kabinet tersebut duduk tokoh-tokoh yang
terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno
semakin menurun setelah upaya untuk mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam
peristiwa Gerakan 30 September 1965 tidak berhasil dilakukan meskipun telah
dibentuk Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub). Sidang Paripurna kabinet dalam
rangka mencari solusi dari masalah yang sedang bergejolak tak juga berhasil.
Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang
ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk
mengatasi keadaan negara yang semakin kacau dan sulit dikendalikan.
Upaya
menuju pemerintahan Orde Baru :
Setelah dikelurkan Supersemar maka mulailah
dilakukan penataan pada kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan
Pancasila dan UUD 1945. Penataan dilakukan di dalam lingkungan lembaga
tertinggi Negara dan pemerintahan. Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin
besarnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah karena Suharto berhasil
memulihkan keamanan dan membubarkan PKI.
Munculnya konflik dualism kepemimpinan
nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan karena saat itu Soekarno masih
berkuasa sebagai presiden sementara Soeharto menjadi pelaksana pemerintahan.
Konflik Dualisme inilah yang membawa
Suharto mencapai puncak kekuasaannya karena akhirnya Sukarno mengundurkan diri
dan menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Suharto. Pada tanggal 23 Februari
1967, MPRS menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkan pengunduran diri
Presiden Sukarno dan mengangkat Suharto sebagai pejabat Presiden RI. Dengan Tap
MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan pemerintahan negara dan
menarikkembali mandat MPRS dari Presiden Sukarno . 12 Maret 1967 Jendral
Suharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Peristiwa ini
menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan Orde Baru.
B.
KEHIDUPAN POLITIK MASA ORDE BARU
Upaya
untuk melaksanakan Orde Baru :
Ø Melakukan
pembaharuan menuju perubahan seluruh tatanan kehidupan masyarakat berbangsa dan
bernegara. Menyusun kembali kekuatan bangsa menuju stabilitas nasional guna
mempercepat proses pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur.
Ø Menetapkan
Demokrasi Pancasila guna melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen.
Ø Melaksanakan
Pemilu secara teratur serta penataan pada lembaga-lembaga negara.
Pelaksanaan Orde Baru :
v Awalnya
kehidupan demokrasi di Indonesia menunjukkan kemajuan
v Perkembangannya,
kehidupan demokrasi di Indonesia tidak berbeda dengan masa Demokrasi Terpimpin.
v Untuk
menjalankan Demokrasi Pancasila maka Indonesia memutuskan untukmenganut system
pemerintahan berdasarkan Trias Politika(dimana terdapat tiga pemisahan
kekuasaan di pemerintahan yaitu Eksekutif,Yudikatif, Legislatif) tetapi itupun
tidak diperhatikan/diabaikan.
C.
KEHIDUPAN EKONOMI MASA ORDE BARU
Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara
bersama aparat ekonominya mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga
mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan
Orde Baru program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi
nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan
keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Tindakan pemerintah ini dilakukan karena
adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi
kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program
pembangunan yang telah direncanakan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah
menempuh cara sebagai berikut.
1.
Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
2.
Kerja Sama Luar Negera
3.
Pembangunan Nasional
Pelaksanaannya pembangunan nasional
dilakukan secara bertahap yaitu, Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30
tahun Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pembangunan Lima Tahun) merupakan
jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan
selalu saling berkaitan/ berkesinambungan.
D.
MASA PEMILU 1971
Ketika Jenderal Soeharto diangkat oleh
MPRS menjadi pejabat Presiden menggantikan Bung Karno dalam Sidang Istimewa
MPRS 1967, ia juga tidak secepatnya menyelenggarakan pemilu untuk mencari
legitimasi kekuasaan transisi. Malah Ketetapan MPRS XI Tahun 1966 yang
mengamanatkan agar Pemilu bias diselenggarakan dalam tahun 1968, kemudian
diubah lagi pada SI MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto diubah lagi dengan
menetapkan bahwa Pemilu akan diselenggarakan dalam tahun 1971. Sebagai pejabat
presiden Pak Harto tetap menggunakan MPRS dan DPR-GR bentukan Bung Karno, hanya
saja ia melakukan pembersihan lembaga tertinggi dan tinggi Negara tersebut dari
sejumlah anggota yang dianggap berbau Orde Lama.
Pada prakteknya Pemilu kedua baru bias
diselenggarakan tanggal 5 Juli 1971, yang berarti setelah 4 tahun pak Harto
berada di kursi kepresidenan. Pada waktu itu ketentuan tentang kepartaian
(tanpa UU) kurang lebih sama dengan yang diterapkan Presiden Soekarno.
E.
MENGGUSUR ORDE BARU
a.
Strategi mempertahankan kepentingan
Setelah Negara-negara ketika tidak
dibutuhkan lagi oleh Negara kapitalis, maka selanjutnya dibuat proyek social
baru yaitu mengembangkan kepentingan kapitalisme internasional. Indonesia menjadi
sasaran untuk merealisasikan gagasan tersebut dengan dihancurkannya struktur
dan fondasi ekonomi Indonesia. Pertama-tama hali ini ditandai dengan tekanan
untuk melakukan liberalisasi sector perbankan pada tahun 1988 yang mengakibatkan
munculnya puluhan bank swasta. Pada tahun 1992 pengusaha swasta melakukan
pinaman devisa secara besar-besaran dengan menggunakan bank-bank swasta sebagai
kendaraan.
Mayoritas utang pengusaha swasta Indonesia
dijamin oleh commercial paper yang memiliki jatuh tempo 5 tahun. Ketika jatuh
tempo pembayaran lima tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1997, terjadi gejolak moneter
yang sangat dahsyat sehingga para pengusaha tersebut tidak dapat mengembalikan
utangnya yang mengakibatkan merosotnya nilai tukar rupiah. Untuk mengatasi
krisis moneter tersebut, pada januari 1998, Managing Director IMF, Michael
Camdesus, berhasil “memaksa” Soeharto untuk menandatangani letter of intent
yang menyangkut restrukturisasi perekonomian Indonesia yang bernaung dibawah
wacana developmentalisme-modernisme.
Gejolak inii akhirnya bermuara pada krisi
social dan politik sehingga menurunkan Soeharto dari tahta kekuasaan yang telah
dilestarikannya selama 32 tahun. Jelas disini terlihat bahwa reformasi adalah
bagian dari scenario dunia internasional dalam mempertahankan kepentingannya di
Indonesia. Karena ada kesamaan kepentingan antara kapitalisme global internasional
dengan kekecewaan sebagian rakyat Indonesia yang mengalami rising expectations
maka proses reformasi dapat berjalan. Disamping menggunakan strategi ekonomi,
juga digunakan ekspansi wacana dan rekayasa social. Hal ini terlihat dalam
berbagai teori social pasca perang dingin.
Dalam bukunya, Huntington menjelaskan
bahwa periode pasca perang dingin akan diwarnai pertarungan peradaban antara peradaban
barat (WASP) dengan peradaban timur (Islam an Confucian). Pengaruh paling
terasa dari antisipasi benturan peradaban tersebut adalah terjadinya sentiment
anti Cina hingga berujung pada terjadinya kerusuhan 13-15 mei 1998 dan
kerusuhan di Ambon pada pertengahan Januari 1999. Pada tahun 1997 dua sosiolog
inggris, A. Giddens dan R. Dahrendorf mulai
mensosialisasikan konsep supremasi sipil yang terdidik. Dampak dari konsep ini
adalah penyingkiran ABRI dan munculnya hujatan terhadap militer Indonesia
secara berlebihan disatu sisi serta menjamurnya program diploma luar negri.
Semua ini dilakukan untuk mengamankan kepentingan kapitalisme internasional Indonesia.
b.
Tangan-tangan gaib di balik pemilu
Dalm rangka mempertahankan kepentingannya
di Indonesia, kapitalisme internasional tidak ingin melakukan perubahan yang
mendasar atas system politik dan ekonomi yang ada di dindonesia. Agar hal itu
bisa berjalan dengan baik, maka dibuatlah skenario yang bisa mengganti aktor- aktor
yang sedang bermain. Maka bisa kita maklumii kalu dunia internasional memiliki
antusiasme tinggi atas pemilu diindonesia.
Namun satu hal yang perlu Di ingat,
melihat hasil pemilu yang ada, hampir bisa dipastikan tidak akan terjadi
perubahan kebijakan yang mendasar dalam system ekonomi dan politik Indonesia.
Tokoh- tokoh yang akan naik dalam tampuk
kepemimpinan masih didominasi oleh mereka-mereka yang mempertahankan wacana developmentalisme-modernisme.
Semua ini mengindikasikan adanya kenyataan buatan (virtual reality) yaitu suatu
penampakan semu demokrasi dimana terdapat parta-partai peserta pemilu, panitia
pemilu, pengawas pemilu, para pemilih, bahkan ada pula demonstrasi yang
menunutut diusutnya kecurangan-kecurangan pemilu yang semuanya itu hanya melegitimasi
demokrasi procedural tanpa membahas substansi kedaulatan rakyat itu sendiri.
Dengan demikian, pemilu lebih merupakan mekanisme “pemutihan” politik dan
pembaharuan actor untuk mengokohkan kebijakan kapitalisma global Indonesia. Kini
kekuatan kapitalisme global di Indonesia hamper tidak dibendung lagi. Mereka
melakukan strategi-strategi lanjutan untuk memperkokoh posisinya.
Pertama-tama yang akan dilakukan para pemilik
modal Negara-negara kapitalis adalah mengambil alih perusahaan-perusahaan
Indonesia yang telah bengkrut dan tidak mampu membayar utang melalui system
debt-to equity swap. Dengan cara ini mayoritas saham perusahaan nasional akan
jatuh ke tangan asing. Disamping itu, untuk memperkuat pengaruhnya di
Indonesia, Negara-negara kapitalis akan terus memberlakukan system demokrasi formal-prosedural.
Strategi lain adalah restrukturalisasi ditubuh militer.
Melihat gejala yang ada bukan tidak mungkin
akan terjadi penghilangan atas jabatan Panglima TNI untuk diganti dengan
jabatan Kepala Staf Gabungan yang akan dijabat secara bergiliran oleh masing-masing
pimpinan dari ketiga angkatan. Dengan cara ini maka TNI tidak mampu melakukan
konsolidasi politik, rasanya akan sulit bagi bangsa Indonesia untuk merumuskan
kebijakan pengembangan masyarakat dan pengembangan ekonomi yang baik, terpadu,
dan berkesinambungan untuk jangka menengah maupun jangka panjang. Keadaan yang
demikian hanya akan melahirkan kebijakan-kebijakannasional jangka pendek yang
bersifat adhoc , dan akibat logis berikutnya seluruh aspek kehidupan
Negara-bangsa Indonesia akan didikte oleh aktor-aktor kapitalisme global yang
bergerak dipasar modal, pasar financial, pasar komoditi dan pasar informasi /
media.
c.
Membangun masyarakat baru
Menghadapi
situasi yang demikian memang sulit, sebab kita tidak mungkin keluar dari
cengkeraman kapitalisme global karena Indonesia telah ikut menjadi
penandatanganan APEC dan telah pula terdaftar sebagai anggota organisasi
perdagangan dunia WHO. Yang paling mungkin untuk dilakukan adalah menrima
keberadaan kapitalisme global secara sadar, kritis dan cerdas.
Setelah itu langkah selanjutnya adalah
merumuskan kepentingan kolektif nasional dengan melihat potret besar konstelasi
politik internasional sebagai acuan, dengan tetap menjadikan kepentingan dan
cita-cita kemerdekaan bangsa sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan UUD 45 sebagai
titik pijak bersama.
BAB III.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Demokrasi terpimpin di Indonesia dimulai sejak
dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret pada tanggal 11 maret 1966.
Demokrasi terpimpin di Indonesia dimaksudkan oleh Sukarno sebagai demokrasi
yang sesuai dengan kepribadian bangsa, yang berbeda dengan system demokrasi
liberal yang merupakan produk dari barat, tetapi pada pelaksanaannya, Demokrasi
Terpimpin mengalami bentuk macam penyimpangan. Penyimpangan- penyimpangan
tersebut diakibatkan oleh terpusatnya kekuatan politik pada Presiden Soekarmo.
Era tahun 1959 sampai dengan 1966 merupakan era Soekarno, yaitu ketika
keijakan- kebijakan Presiden Soekarno sangat mempengaruhi kondisi politik
Indonesia Dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno
dimaksudkan untuk melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia
agar sesuai dengan UUD 1945. Tetapi pada pelaksanaannya, pemerintah khususnya
Presiden Soekarno banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap UUD 1945
itu sendiri.
Orde baru merupakan sebuah istilah yang
digunakan untuk memisahkan antara kekuasaan masa Sukarno(Orde Lama) dengan masa
Suharto. Sebagai masa yang menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan PKI
tahun 1965. Orde baru dilatar belakangi karena
adanya peristiwa pembunuhan secara besar-besaran pada 30 september 1965 oleh
PKI.
Setelah dikeluarkannya Surat Perintah
sebelas maret 1966 yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah
yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau dan sulit
dikendalikan, terjadilah konflik dualism yang membawa Soeharto menjadi
presiden. Namun ternyata pemerintah orba pada hakekatnya adalah agen kepentingan
kapitalis internasional modern di bawah komando AS. Mereka menggunakan berbagai
macam strategi yang mengorbankan kepentingan bangsa dan mengabaikan amanat rakyat,
itulah yang menyebabkan adanay penggusuran masa orde baru.
B.
Saran
Masyarakat Indonesia harusnya menerima
keberadaan kapitalisme global secara sadar, kritis dan cerdas. Dan memilih
konsep atau model sosio- ekonomi-politik yang tetunya dengan memperhitungkan
keberadaan sumber daya alam dan manusia, keadaan geografi demografi, kultur,
system nilai, kondisi soial dan infrastruktur yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar